10 Oktober 2008

Perubahan Sikap Mental Entrepreneur

Ada beberapa kondisi tertentu yang dihadapi entrepreneur namun tidak dihadapi oleh mereka yang bekerja sebagai ‘orang gajian’. Kondisi-kondisi khusus ini tentu membutuhkan sikap mental tertentu pula. Sikap mental ini nantinya harus dipersiapkan oleh para calon young entrepreneur. Persiapan ini dilakukan sebelum mulai membuka usaha, dan yang lebih penting juga terus-menerus dilakukan setelah menjalani usaha tersebut. Beberapa sikap mental itu secara singkat akan diulas pada bagian berikut ini.

  • Kesiapan menghadapi ketidakpastian
Jika Anda memutuskan untuk menjadi seorang entrepreneur Anda harus mempersiapkan mental Anda untuk menghadapi yang namanya ketidakpastian. Seorang pengusaha akan selalu berhadapan dengan ketidakpastian mengenai pemasukan usaha setiap harinya. Disini Anda sebagai calon pengusaha dituntut untuk mampu mempersiapkan mental supaya siap dengan segala ketidakpastian yang mungkin terjadi.

Tentu saja, tingkat ketidakpastian untuk masing-masing jenis usaha berbeda-beda. Misalkan saja usaha warung kelontong atau warung makan mungkin tingkat ketidakpastiannya lebih rendah daripada usaha yang sifatnya temporer atau proyek seperti event organizer, wedding organizer atau jasa desain grafis.
  • Pantang mengatakan ‘tidak bisa’
Kawan saya Rina, seorang entrepreneur, pernah mengatakan bahwa salah satu prinsip yang dianutnya dalam hal melayani pelanggan adalah pantang mengatakan ‘tidak bisa’. Yang dimaksud disini adalah, sepanjang pelanggan bersedia membayar dengan harga yang pantas maka dia akan mencarikan sekuat tenaga apa yang diinginkan oleh pelanggan. Misalkan saja, ketika pelanggan datang dan truk angkutannya sudah terpakai semua, maka dia akan menyewa truk milik orang lain supaya barang milik pelanggan ini bisa terangkut.

Dalam banyak bidang usaha lain, hal ini pun seringkali terjadi. Apalagi pada saat awal usaha Anda berdiri dengan segala keterbatasannya. Seringkali pelanggan datang untuk meminta layanan yang berada di luar kemampuan Anda saat itu. Saat itulah Anda dihadapkan dengan dilema untuk menerima atau menolak pelanggan tersebut. Jika Anda menolaknya, maka pelanggan tersebut akan pergi dan tidak akan kembali lagi karena usaha Anda dianggap tidak bonafid. Tetapi jika Anda menerimanya, maka ada kemungkinan Anda akan kesulitan memenuhi permintaannya. Disini Anda sebagai entrepreneur dituntut untuk mampu berpikir cepat.

Saran saya, cobalah sekuat tenaga untuk bisa memenuhi permintaan itu apapun caranya. Jangan terburu-buru menyerah dan mengatakan tidak bisa. Jika Anda mampu memenuhi permintaan itu, besar kemungkinan pelanggan itu akan loyal pada Anda dan memberitahukan ke orang lain. Sebaliknya, jika dia merasa kecewa, maka dia bukan hanya akan meninggalkan Anda, tapi bisa juga menyebarkannya ke orang lain.
  • Sikap mental ‘tidak mau rugi’
Sebagai seorang calon entrepreneur, Anda juga disarankan sedari sekarang menanamkan sikap ‘tidak mau rugi’ dalam diri Anda. Arti dari ‘tidak mau rugi ‘ disini adalah apapun yang Anda lakukan dalam bisnis harus ada nilainya bagi bisnis Anda. Nilai disini tidak harus berupa materi atau nominal uang, tapi bisa juga berwujud non-materi seperti image positif bagi bisnis Anda, awareness masyarakat akan keberadaan usaha Anda, atau peluang untuk mempromosikan jasa Anda. Sikap ini harus benar-benar tertanam (embodied) dalam diri Anda, sehingga tanpa sadar pun Anda sudah akan terlatih untuk mengkalkulasi untung-rugi tindakan-tindakan yang akan Anda lakukan.
  • Keberanian mengambil risiko
Entrepreneurship erat kaitannya dengan mengambil risiko. Disini prinsip umum no risk –no gain memang sangat berlaku. Untuk itu, lebih baik Anda lihat dulu apakah Anda memang tipe orang yang berani mengambil risiko dalam bisnis. Orang yang terlalu takut dalam mengambil risiko seringkali bukan orang yang tepat untuk berbisnis. Namun ingat, orang yang bermental penjudi –mengambil risiko tanpa pertimbangan, juga sama buruknya dalam berbisnis.

Risiko yang sepatutnya diambil dalam bisnis adalah risiko yang terukur (calculated risk ) yaitu risiko yang sudah Anda perhitungkan dengan matang. Disini selain Anda dituntut mempunyai kemampuan teknis dalam memperkirakan risiko, Anda juga dituntut untuk mempunyai nyali untuk berani mengambil risiko yang telah Anda perhitungkan.
  • Kesiapan untuk bekerja lebih keras, lebih tekun, dan lebih sabar
Seringkali dalam merintis usaha baru, ketekunan dan kesabaran merupakan hal yang mutlak. Dalam usaha baru seringkali beberapa hal memang berjalan tidak sesuai dengan harapan kita. Bahkan, seringkali beberapa bidang usaha tertentu membutuhkan kesabaran dan ketekunan yang ekstra besar. Saya punya kenalan yang merintis bisnis di bidang MLM. Setiap kali mengalami kesulitan, dia kapok dan pindah ke MLM lain. Begitu seterusnya. Jelas, bisnis tidak bisa dijalankan dengan cara begini. Ketidaktekunan dan ketidaksabaran dalam menjalankan bisnis tidak akan menghasilkan apa-apa.

Bekerja lebih keras juga sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam memulai usaha baru. Bahkan, bukan hanya bekerja keras, Anda juga dituntut untuk bekerja cerdas alias selalu memutar otak dalam merencanakan dan menjalankan bisnis Anda ke arah yang lebih baik. Segala aktivitas ini cukup menyita waktu. Meskipun sebagai entrepreneur, Anda mungkin cukup leluasa mengatur waktu , tapi ini bukan berarti bahwa jam kerja Anda lebih pendek lho. Malahan, seringkali dalam menjalankan aktivitas bekerja dan merencanakan bisnis ini, Anda bisa saja bekerja sampai larut malam. Biasanya jika siang hari dipergunakan untuk aktivitas yang berhubungan dengan relasi atau pelanggan, maka malam harinya biasa digunakan untuk merencanakan arah bisnis Anda ke depannya. Ibaratnya, jika ‘orang kantoran’ bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore, maka Anda sebagai entrepreneur harus siap untuk bekerja 24 jam penuh.
  • Bangga akan usaha Anda
“ Ah, cuma perusahaan kecil kok..” begitu saya sering dengar dari banyak orang ketika saya menanyakan dimana mereka bekerja. Tapi jawaban itu bukan monopoli karyawan saja lho. Sering juga saya jumpai entrepreneur yang terkesan tidak percaya diri dan kurang bangga akan usahanya. Salah satu kerabat saya sendiri bahkan menyebut poultry shop yang dimilikinya sebagai ‘warung’. Tentu saja banyak orang yang jadi salah mengerti dan mengira bahwa tokonya memang hanya benar-benar berskala ‘warung’. Sikap tidak pe-de ini menurut pakar manajemen Rhenald Kasali diistilahkan dengan ‘mendiskon diri sendiri’.

Sebagai entrepreneur Anda harus bisa menyeimbangkan antara tampil high-profile dan tampil low-profile. Ini berarti bahwa sesekali Anda juga harus tampil high-profile untuk meyakinkan relasi dan pelanggan Anda. Terlalu sering ‘mendiskon diri sendiri’ bisa membuat Anda kelihatan tidak percaya diri pada kemampuan Anda . Jika Anda sendiri tidak percaya pada kemampuan Anda, Anda tentu tidak bisa mengharapkan relasi dan pelanggan Anda akan percaya pada Anda, bukan?!

Tidak ada komentar: